Mengajarkan Anak Berbagi Untuk Sesama
Orangtua pastinya senang melihat anak-anaknya tumbuh sehat, ceria,pintar dan bahagia. Tetapi seiring dengan perkembangan waktu, menjadi cukup pintar dan cerdas individual saja tidaklah cukup. Dahulu kita mengenal bahwa dengan IQ (Intelligent Quotient) tinggi maka suatu saat anak akan sukses. Ternyata tidak juga. Maka muncullah teori EQ atau Emotional Quotient, dimana orang diajak menaruh simpati dan empati terhadap segala peristiwa. Lalu yang terakhir berkembang teori ESQ (Emotional Spiritual Quotient). Dalam setiap pelatihannya ESQ mengajarkan bahwa kebahagiaan tidak hanya mencakup berupa materi saja, tetapi juga pendewasaan mental yang akan mengarah pada kesehatan jiwa.
Bulan puasa yang bertepatan pula dengan Hari Anak Nasional 23 Juli dapat menjadi ajang penting bagi orangtua untuk melatih kesalehan sosial. Semua individu sangat terikat dengan individu lain, manusia adalah mahluk sosial. Penanaman ibadah pribadi dapat menjadi pendekatan sosial yang baik untuk anak, dimulai dari yang mendasar lalu kemudian masuk ke dalam tataran sosial. Apa saja yang dapat menjadi jalan bagi kesalehan sosial anak?
-
Sholat. Kita mengenal ayat “Sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar”, implikasinya minimal adalah mencegah kemungkaran/kerusakan pada diri sendiri dulu, lalu anak akan berusaha berfikir bahwa dia tidak sebaiknya membuat kerusakan untuk orang lain.
-
Zakat, infaq dan shadaqah. Tiga hal ini bisa sebagai pilar dasar untuk membantu hal-hal kecil dilingkungan sekitar seputaran bulan ramadhan. Zakat biasanya dapat langsung diberikan kepada fakir miskin berupa makanan pokok, begitu juga dengan infaq dan shadaqah. Orangtua bisa memberikan anak kesempatan untuk langsung membagi zakatnya kepada yang membutuhkan dengan didampingi atau juga ketika melakukan shalat tarawih meminta anak untuk menaruh uang infaq untuk masjid dan anak yatim. Begitu juga misalnya ketika Anda mempunyai makanan untuk berbuka, anda bisa meminta anak anda mengantarkannya ke tetangga. Dengan begitu, anak diharapkan menjadi mahluk yang tidak pelit, murah hati dan peka terhadap sekeliling.
-
Kebiasaan-kebiasaan baik lain. Misalnya belajar membantu pekerjaan rumahtangga orangtua, tepat waktu dalam mengerjakan PR, tidak berbohong, dan sebagainya.
Dari tiga tersebut sabaiknya dilakukan secara kontinyu, tidak hanya saat bulan puasa aja. Kontinyu dalam bentuk kegiatan lain yang juga sifatnya tidak merusak, misalnya mengadakan bazaar buku murah, membantu menanam pohon (go green), tidak membuang sampah sembarangan, dan sebagainya. Menjadi tugas orangtua untuk menjadikan anak sehat mental dan sosial, mendukung perkembangan dan kemandirian potensi anak.
Sumber : Dari berbagai sumber
(ast/bt)
Baca juga :