Dampak Puasa Pada Otot
Dengan hadirnya Bulan Suci Ramadan juga meningkatkan populernya teknik pola makan intermediet fasting. Banyak orang mempertanyakan pengaruh puasa pada perkembangan otot. Pengetahuan konvensional mengajarkan kita untuk menghindari kondisi katabolic (catabolic state) atau keadaan dimana tubuh menjadikan otot sumber energi. Pemahaman ini menjadikan kita terbiasa untuk segera memberikan tubuh asupan nutrisi setelah sesi latihan, seperti protein shake dalam 30 menit setelah berlatih.
Lalu bagaimana dengan kita yang berpuasa? Atau mereka yang mempraktekan pola makan intermittent fasting? Apakah puasa akan mempengaruhi hasil latihan kita selama ini? Ataukah puasa merupakan teknik baru yang memberikan keuntungan tak terduga bagi atlit? Dimana batas antara puasa dan kelaparan? Studi di International Society of Sports Nutrition mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan ini.
Dalam studi tersebut, peneliti menemukan cara untuk menganalisa respon anabolik terhadap puasa. Mereka mengamati komunitas Muslim saat Ramadan dan melihat lebih dalam pada olahragawan yang berpuasa.
Partisipasi studi ini adalah binaragawan Muslim tapi hasil yang ditemukan secara umum berlaku untuk semua orang yang sedang berusaha meningkatkan kekuatan atau massa otot. Para partisipan ini adalah sekelompok binaragawan rekresional – bukanlah atlit profesional – dan mereka hanya berlatih 3 hari dalam seminggu. Partisipan dibagi ke dalam dua kelompok: kelompok yang berlatih siang hari saat puasa dan mereka yang berlatih di malam hari setelah berbuka.
Yang menarik, saat mulai Bulan Ramadan dan puasa dimulai, total volume latihan dan asupan kalori dari partisipan tidak berubah. Sepertinya mereka makan dengan porsi lebih banyak saat berbuka sebagai kompensasi berpuasa seharian, sehingga tingkat protein, lemak, dan karbohidrat yang mereka konsumsi tetap sama.
Satu-satunya perbedaan saat mulai berpuasa adalah ada perbaikan dalam penggunaan lemak tubuh dan sedikit dehidrasi. Bagi olahragawan Muslim yang berpuasa selama Ramadan, usahakan untuk minum air putih yang banyak saat berbuka untuk mengatasi hal ini, tapi bagi mereka yang menjalani intermitten fasting untuk mencapai proporsi tubuh rendah lemak dan tinggi otot, dehidrasi ringan tidak terlalu bermasalah.
Studi ini juga menemukan bahwa saat yang dipilih untuk melakukan latihan angkat beban tidak berpengaruh pada massa tubuh dan presentasi lemak pada badan. Tidak ditemukan perbedaan antara berlatih setelah berbuka di malam hari atau pada siang hari saat sedang berpuasa.
Studi ini berlangsung selama 4 minggu, dan terdapat kemungkinan hasil yang ditemukan tidak akan berubah banyak bila studi dilanjutkan untuk periode waktu yang lebih lama. Sebagaimana dicatat oleh peneliti, program latihan mungkin saja malah memberikan hasil lebih baik karena respon anabolik yang lebih tinggi akibat puasa.
Dengan banyaknya olahragawan Muslim – baik olahragawan rekresional maupun atlit profesional – dan mereka yang tertarik mencoba teknik intermitten fasting, kita masih memerlukan lebih banyak studi mengenai puasa dan hubungannya dengan aktifitas kebugaran secara umum, dengan cabang olahraga lari secara khusus.
Namun sejauh ini penelitian dan pengalaman para praktisi puasa menunjukan manfaat yang baik. Bila kita tertarik mempraktekan intermittent fasting tapi merasa ragu akan kemampuan tubuh, kunjungi dokter untuk memastikan tubuh dalam keadaan sehat.
(rsh/bt)