Harapan Baru Penyembuhan TB dengan Vitamin C

Ilmuwan secara tidak sengaja menemukan bahwa vitamin C dapat membunuh bakteri tuberkulosis, penyebab penyakit tuberkulosis (TB) yang menyerang paru-paru.

“Saya tak percaya kami menemukan bahwa vitamin C dapat membunuh bakteri penyebab TB,” kata William Jacobs, salah satu dari peneliti di Albert Einstein College of Medicine, New York. Hasil penelitian ini kemudian diterbitkan dalam Jurnal Nature Communications.

Menurut data WHO, pada tahun 2011 sebanyak 8,7 juta orang menderita TB dan 1,4 juta meninggal dunia. Lebih dari 95 persen kematian akibat TB terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah. TB juga jadi ancaman pembunuh bagi ODHA (Orang dengan HIV AIDS).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sempat mengumumkan keadaan darurat kesehatan global karena TB 20 tahun lalu. Meskipun TB adalah penyebab utama kematian akibat penyakit menular, tingkat kematian TB mengalami penurunan 41 persen pada 1990-2011.

Sedangkan di Indonesia, menurut Menkes Nafsiah Mboi di sela diskusi dengan tim Joint External TB Monitoring Mission (JEMM) bulan Februari lalu, “TB atau biasa dikenal masyarakat awam sebagai TBC termasuk dalam 10 penyakit pembunuh tertinggi di Indonesia,” jelasnya. Dimana 450 ribu kasus baru bertambah setiap tahunnya. Dari jumlah tersebut 65 ribu diantaranya meninggal dunia.

TB biasanya diobati dengan antibiotik rutin selama enam bulan. Resistensi terhadap obat TB dapat terjadi ketika obat gagal membunuh bakteri yang menyebabkan TB. Ini dapat terjadi karena pasien tidak mengikuti dosis yang dianjurkan atau karena obat tidak bekerja dengan baik, sehingga menghambat proses penyembuhan.

Penyembuhan TB membutuhkan sekitar dua tahun pengobatan dengan obat-obatan yang lebih paten (dan lebih mahal). Hal ini menyebabkan efek samping dan tidak memberikan jaminan untuk sembuh.

Oleh sebab itu, ilmuwan berharap ada penelitian lebih lanjut untuk melihat potensi penggunaan vitamin C dalam pengobatan TB. Selain murah, vitamin C juga mudah didapat dan aman digunakan. “Ini akan menjadi sebuah studi besar,” kata Jacobs seperti dilansir NewsmaxHealth.

Source : NewsmaxHealth

(ang)